Selasa, 08 Juli 2014

Dear Ayah, ...



Sosok tegap berdiri di hadapanku. Mengelus kepalaku dengan tangannya yang lembut. Pria yang menjadi panutanku sejak kecil. Sosok pelindung dengan sejuta pedang di matanya. Sosok pemimpin yang membimbingku dalam gelapnya malam. Sosok yang tak akan pernah ku dapatkan penggantinya. Sosok seorang AYAH.
Untuk kesekian kalinya air mataku masih tertahan di pelupuk mata. Entah mengapa kata-kata yang sering ia lontarkan kini telah tiada. Sudah terlalu lama aku terpuruk seperti ini. Sudah terlalu lama aku mendambakan sosoknya akan kembali. Namun, sebuah penatian hanya menjadi harapan yang tak kunjung menuai hasil.
Begitu miris, melihat kawanku masih mampu bersenda gurau dengan ayahnya. Benar-benar miris, ketika sepulang sekolah kawanku telah dinanti oleh sosok pria yang sangat ku dambakan. Ya, sosok seorang ayah. Mungkin terlalu berat bagiku, seorang gadis yang sedari dulu mendapatkan kasih sayang seorang ayah namun kini hal itu telah sirna. Berulang kali aku berharap ini hanya sebatas mimpi atau mungkin ini hanya sebatas fiksi. Namun, kenyataan berkata lain. Ayah benar-benar hilang, entah ke mana, di mana, dan bersama siapa. Apakah dia sakit? Apakah dia sehat? Atau mungkin telah mati? Semua itu masih misteri.
Aku telah salah membiarkan diriku terpuruk. Membiarkan diriku terombang-ambing.
Dear Ayah,
Anakmu ini telah terbiasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar