Sosok tegap berdiri di hadapanku. Mengelus kepalaku
dengan tangannya yang lembut. Pria yang menjadi panutanku sejak kecil. Sosok
pelindung dengan sejuta pedang di matanya. Sosok pemimpin yang membimbingku
dalam gelapnya malam. Sosok yang tak akan pernah ku dapatkan penggantinya.
Sosok seorang AYAH.
Untuk kesekian kalinya air mataku masih tertahan di
pelupuk mata. Entah mengapa kata-kata yang sering ia lontarkan kini telah
tiada. Sudah terlalu lama aku terpuruk seperti ini. Sudah terlalu lama aku
mendambakan sosoknya akan kembali. Namun, sebuah penatian hanya menjadi harapan
yang tak kunjung menuai hasil.
Begitu miris, melihat kawanku masih mampu bersenda
gurau dengan ayahnya. Benar-benar miris, ketika sepulang sekolah kawanku telah
dinanti oleh sosok pria yang sangat ku dambakan. Ya, sosok seorang ayah.
Mungkin terlalu berat bagiku, seorang gadis yang sedari dulu mendapatkan kasih
sayang seorang ayah namun kini hal itu telah sirna. Berulang kali aku berharap
ini hanya sebatas mimpi atau mungkin ini hanya sebatas fiksi. Namun, kenyataan
berkata lain. Ayah benar-benar hilang, entah ke mana, di mana, dan bersama
siapa. Apakah dia sakit? Apakah dia sehat? Atau mungkin telah mati? Semua itu
masih misteri.
Aku telah salah membiarkan diriku terpuruk. Membiarkan
diriku terombang-ambing.
Dear Ayah,
Anakmu ini telah terbiasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar