Bersama setiap hembusan nafas, aku menikmati berjuta
nyanyian perih yang tiada henti memberikan kesakitan. Bersama berjuta sayup
keheningan yang menemani setiap langkah kaki yang terus berjalan.
Pena yang masih saja berlaga di atas kertas membuatku
kian suntuk dengan berjuta logika. Jemari yang kian menari tak pernah
memberikan harapan pasti dari setiap masalah dunia. Mungkin ada saat dimana
mata telah lelah memandang wajah-wajah para pendusta yang mengumbar sejuta
janji. Atau mungkin bibir mulai kaku dan tak mampu berucap. Terlebih ketika telinga
tak mampu lagi mendengar jeritan hati yang kian kesepian. dan badan yang
terbujur kaku tak bernyawa.
Sekali lagi, aku merasakan kesakitan. Entah bagaimana
cara mengungkapkannya, “dia” sosok yang masih berdiri di ambang pintu. Yang tak
ku mengerti akan keluar atau kembali masuk dalam rentetan cerita hidupku.
Seseorang pernah berkata, “Jika kau ingin keluar, maka keluarlah segera. Namun,
jika kau ingin masuk dengan senang hati pintu akan terbuka dengan lebar. Namun
jangan pernah berdiri di ambang pintu itu, karena kau hanya akan menghlangi
orang yang masuk”
Untuk “dia” yang di sana, segeralah beranjak dari
ambang pintu itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar